[OPINI] Musa Sang Anak PKL - Berita - Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur

Untuk layanan konsultasi data silahkan hubungi kami melalui 082247291975 (whatsapp only) atau melalui email pst5300@bps.go.id

Anda merasa pelayanan kami kurang optimal? Laporkan pengaduan anda disini 

| Anda hobi menulis? Submit Karya Ilmiahmu di Jurnal Statistika Terapan (JSTAR) BPS Provinsi NTT melalui tautan jstar.id

[OPINI] Musa Sang Anak PKL

[OPINI] Musa Sang Anak PKL

13 Februari 2017 | Kegiatan Statistik Lainnya


 

Beberapa hari lalu,  pagi-pagi teman saya mengantar seorang mahasiswa PKL (Praktek Kerja Lapangan) ke ruangan kerja kami disaat kami sedang sibuk-sibuknya. Ingin saya menolak karena saat itu sedang sangat sibuk. Awal tahun kami disibukkan dengan pelaksanaan lapangan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2017. Sudah bertahun-tahun siswa maupun mahasiswa PKL hilir mudik magang di kantor kami, sehingga kedatangan mahasiswa yang belakangan saya ketahui bernama Musa menjadi hal rutin. Saya mempersilahkan Musa duduk dan menanyakan hal-hal standar seputar 5W1H, nama siapa, tinggal dimana, dari universitas apa, semester berapa, sampai berapa lama magang di bagian kami dan output apa yang dia ingin capai. Biasanya lama magang di tiap bagian dua minggu dan mereka akan menunjukkan format laporan yang akan diisi nantinya. Rutin seperti itu. Saya sudah membayangkan apa yang akan mereka lakukan kemudian selama dua minggu ke depan. Mahasiswa mungkin akan lebih baik, harap saya dalam hati. Musa kemudian saya perkenalkan kepada rekan kerja lain, dengan harapan mereka bisa memberikan pekerjaan.

Musa tidak membawa format laporan, tidak membawa laptop, tidak membawa apapun, mungkin juga tidak membawa HP. Dia hanya membawa dirinya. Dan ketika saya tunjukkan majalah kami sekedar untuk dibaca sambil menunggu kami memberi pekerjaan, dia hanya duduk dalam posisi tegap, menunggu diberi pekerjaan. Benar, tidak berapa lama rekan kami memberi pekerjaan cukup rumit dan harus menggunakan PC. Sejenak kami luput dari permasalahan memikirkan pekerjaan apa yang harus diberikan. Musa pun tenggelam dalam pekerjaan khas kami yang menuntut konsentrasi tinggi. Dia lolos di hari pertama tanpa satupun dari kami menyadari keberadaannya, hanya dia dan rekan yang memberi pekerjaan tersebut yang tahu apa yang dia tekuni.

Hari kedua berlanjut sampai hari ketiga kami harus melakukan pekerjaan krusial, mengecek penerimaan dokumen Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)  yang harus kami laporkan kembali, termasuk bila terdapat kekurangan pengiriman. Kesalahan atau kekeliruan dalam penghitungan sekecil apapun akan berakibat fatal. Dokumen-dokumen tebal khas SDKI dengan jumlah kolinya yang banyak sekali. Musa tidak masuk dalam hitungan saya untuk menangani proyek vital ini. Pendapat itu terbantahkan ketika kami ikut turun sama-sama bekerja dengan Musa.

Kerja keras, ketelitian, kecermatan, dan konsistensinya, diluar dugaan. Belum lagi keutamaan-keutamaan kecil yang terasa besar sekali saat ini. Selama puluhan tahun bekerja, baru kali ini saya menemukan seseorang bekerja seperti Musa. Melihat Musa menulis sesuatu satu per satu di atas dokumen tersebut setelah dia menghitungnya satu per satu, secara konsisten koli demi koli, saya seperti berhadapan dengan makhluk aneh, tetapi juga seperti melihat secara kabur bayangan diri di cermin, puluhan tahun lalu ketika awal mulai bekerja. Idealisme seperti Musa menjadi sesuatu yang sangat mahal dan dirindukan di saat-saat seperti ini, di NTT, dan itu saya temui kembali pada diri Musa, sang anak PKL.

Andaikan semua anak magang seperti Musa tentu tingkat pengangguran terdidik kita tidak setinggi sekarang! Hasil Sakernas terakhir menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT pada tahun 2016 mencapai 3,25 persen dengan TPT tamatan Universitas sebesar 9,62 persen yaitu sebanyak 20.503 orang dari total 76.580 penganggur, bandingkan TPT mereka yang berpendidikan kurang dari atau sama dengan SD sebesar 1,04 persen dan tamatan SMP sebesar 2,93 persen. Secara nasional TPT tamatan Universitas hanya sebesar 4,87 persen.

Lebih jauh lagi, tingkat pengangguran tamatan SMA Kejuruan di NTT sebesar 9,93 persen lebih tinggi dibanding SMA Umum 5,05 persen. Pengalaman selama ini cukup lama membina anak PKL, boleh jadi tingginya tingkat pengangguran terbuka tamatan SMA Kejuruan erat hubungannya dengan rendahnya kompetensi lulusan sekolah kejuruan kita, dibandingkan dengan ketidaksesuaian jurusan dengan kebutuhan pasar kerja. Tetapi data menunjukkan secara nasional pun TPT tamatan SMA Kejuruan lebih besar yaitu sebesar 11,11 persen jauh lebih tinggi dibanding TPT tamatan SMA Umum yang hanya sebesar 8,73 sehingga sinyalemen adanya ketidaksesuaian antara jurusan SMA Kejuruan dengan kebutuhan pasar kerja secara fakta menjadi sulit terbantahkan.

Musa tidak perlu PKL lagi, Musa sudah sangat siap bekerja. Beruntunglah perusahaan/kantor yang kelak menerima Musa bekerja didalamnya, pikir saya. Seringkali perasaan puas menyelesaikan pekerjaan selama bertahun-tahun membuat kita selalu diliputi rasa “menang” yang sebenarnya menipu karena kemenangan ini lebih menjadi kata lain dari bangun kembali setiap kali jatuh kedalam rasa putus asa, dan yang paling berbahaya adalah kebosanan dan kehilangan idealisme. Dua minggu rasanya lama sekali datang. Lebih baik Musa cepat pergi sebelum pikiran saya kacau, sebenarnya yang butuh PKL saya atau dia? Andaikan saya bisa kembali seperti Musa!

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (Statistics of Nusa Tenggara Timur Province)Jl. R. Suprapto No. 5 Kupang - 85111

Telp (0380) 826289; 821755; Faks (0380) 833124

Mailbox : pst5300@bps[dot]go[dot]id

bps5300@bps[dot]go[dot]id

logo_footer

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik