13 Februari 2017 | Kegiatan Statistik Lainnya
Beberapa
hari lalu, pagi-pagi teman saya
mengantar seorang mahasiswa PKL (Praktek Kerja Lapangan) ke ruangan kerja kami
disaat kami sedang sibuk-sibuknya. Ingin saya menolak karena saat itu sedang
sangat sibuk. Awal tahun kami disibukkan dengan pelaksanaan lapangan Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2017. Sudah bertahun-tahun siswa maupun
mahasiswa PKL hilir mudik magang di kantor kami, sehingga kedatangan mahasiswa
yang belakangan saya ketahui bernama Musa menjadi hal rutin. Saya
mempersilahkan Musa duduk dan menanyakan hal-hal standar seputar 5W1H, nama
siapa, tinggal dimana, dari universitas apa, semester berapa, sampai berapa
lama magang di bagian kami dan output apa yang dia ingin capai. Biasanya lama
magang di tiap bagian dua minggu dan mereka akan menunjukkan format laporan
yang akan diisi nantinya. Rutin seperti itu. Saya sudah membayangkan apa yang
akan mereka lakukan kemudian selama dua minggu ke depan. Mahasiswa mungkin akan
lebih baik, harap saya dalam hati. Musa kemudian saya perkenalkan kepada rekan
kerja lain, dengan harapan mereka bisa memberikan pekerjaan.
Musa tidak
membawa format laporan, tidak membawa laptop, tidak membawa apapun, mungkin
juga tidak membawa HP. Dia hanya membawa dirinya. Dan ketika saya tunjukkan
majalah kami sekedar untuk dibaca sambil menunggu kami memberi pekerjaan, dia
hanya duduk dalam posisi tegap, menunggu diberi pekerjaan. Benar, tidak berapa
lama rekan kami memberi pekerjaan cukup rumit dan harus menggunakan PC. Sejenak
kami luput dari permasalahan memikirkan pekerjaan apa yang harus diberikan.
Musa pun tenggelam dalam pekerjaan khas kami yang menuntut konsentrasi tinggi.
Dia lolos di hari pertama tanpa satupun dari kami menyadari keberadaannya,
hanya dia dan rekan yang memberi pekerjaan tersebut yang tahu apa yang dia
tekuni.
Hari kedua
berlanjut sampai hari ketiga kami harus melakukan pekerjaan krusial, mengecek
penerimaan dokumen Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang harus kami laporkan kembali, termasuk
bila terdapat kekurangan pengiriman. Kesalahan atau kekeliruan dalam
penghitungan sekecil apapun akan berakibat fatal. Dokumen-dokumen tebal khas
SDKI dengan jumlah kolinya yang banyak sekali. Musa tidak masuk dalam hitungan
saya untuk menangani proyek vital ini. Pendapat itu terbantahkan ketika kami
ikut turun sama-sama bekerja dengan Musa.
Kerja keras,
ketelitian, kecermatan, dan konsistensinya, diluar dugaan. Belum lagi
keutamaan-keutamaan kecil yang terasa besar sekali saat ini. Selama puluhan
tahun bekerja, baru kali ini saya menemukan seseorang bekerja seperti Musa.
Melihat Musa menulis sesuatu satu per satu di atas dokumen tersebut setelah dia
menghitungnya satu per satu, secara konsisten koli demi koli, saya seperti
berhadapan dengan makhluk aneh, tetapi juga seperti melihat secara kabur
bayangan diri di cermin, puluhan tahun lalu ketika awal mulai bekerja.
Idealisme seperti Musa menjadi sesuatu yang sangat mahal dan dirindukan di
saat-saat seperti ini, di NTT, dan itu saya temui kembali pada diri Musa, sang
anak PKL.
Andaikan
semua anak magang seperti Musa tentu tingkat pengangguran terdidik kita tidak
setinggi sekarang! Hasil Sakernas terakhir menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT
pada tahun 2016 mencapai 3,25 persen dengan TPT tamatan Universitas sebesar
9,62 persen yaitu sebanyak 20.503 orang dari total 76.580 penganggur,
bandingkan TPT mereka yang berpendidikan kurang dari atau sama dengan SD
sebesar 1,04 persen dan tamatan SMP sebesar 2,93 persen. Secara nasional TPT
tamatan Universitas hanya sebesar 4,87 persen.
Lebih jauh
lagi, tingkat pengangguran tamatan SMA Kejuruan di NTT sebesar 9,93 persen lebih tinggi dibanding SMA Umum 5,05
persen. Pengalaman selama ini cukup
lama membina anak PKL, boleh jadi tingginya tingkat pengangguran terbuka
tamatan SMA Kejuruan erat hubungannya dengan rendahnya kompetensi lulusan
sekolah kejuruan kita, dibandingkan dengan ketidaksesuaian jurusan dengan
kebutuhan pasar kerja. Tetapi data menunjukkan secara nasional pun TPT tamatan
SMA Kejuruan lebih besar yaitu sebesar 11,11 persen jauh lebih tinggi dibanding
TPT tamatan SMA Umum yang hanya sebesar 8,73 sehingga sinyalemen adanya
ketidaksesuaian antara jurusan SMA Kejuruan dengan kebutuhan pasar kerja secara
fakta menjadi sulit terbantahkan.
Musa tidak
perlu PKL lagi, Musa sudah sangat siap bekerja. Beruntunglah perusahaan/kantor
yang kelak menerima Musa bekerja didalamnya, pikir saya. Seringkali perasaan
puas menyelesaikan pekerjaan selama bertahun-tahun membuat kita selalu diliputi
rasa “menang” yang sebenarnya menipu karena kemenangan ini lebih menjadi kata
lain dari bangun kembali setiap kali jatuh kedalam rasa putus asa, dan yang
paling berbahaya adalah kebosanan dan kehilangan idealisme. Dua minggu rasanya
lama sekali datang. Lebih baik Musa cepat pergi sebelum pikiran saya kacau,
sebenarnya yang butuh PKL saya atau dia? Andaikan saya bisa kembali seperti
Musa!
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (Statistics of Nusa Tenggara Timur Province)Jl. R. Suprapto No. 5 Kupang - 85111
Telp (0380) 826289; 821755; Faks (0380) 833124
Mailbox : pst5300@bps[dot]go[dot]id
bps5300@bps[dot]go[dot]id
Tentang Kami