[OPINI] Melawan Stunting itu Penting - Berita - Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur

Untuk layanan konsultasi data silahkan hubungi kami melalui 082247291975 (whatsapp only) atau melalui email pst5300@bps.go.id

Anda merasa pelayanan kami kurang optimal? Laporkan pengaduan anda disini 

| Anda hobi menulis? Submit Karya Ilmiahmu di Jurnal Statistika Terapan (JSTAR) BPS Provinsi NTT melalui tautan jstar.id

[OPINI] Melawan Stunting itu Penting

[OPINI] Melawan Stunting itu Penting

13 Februari 2019 | Kegiatan Statistik Lainnya


Oleh : I Made Wahyu Dwi Septika, SST
Staf Seksi Statistik Distribusi
BPS Kabupaten Manggarai Timur

SALAH satu program prioritas nasional dalam rangka pembangunan kesehatan Indonesia difokuskan pada penurunan prevalensi balita stunting.

Menurut World Health Organization (WHO), stunting (kerdil) merupakan salah satu kondisi dimana tinggi badan seorang bayi berusia di bawah lima tahun (balita) jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya.

Kekurangan asupan gizi selama proses kehamilan atau tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi selama masa pertumbuhan kritis anak, yakni 1000 hari pertama dalam hidup dapat memicu kondisi tumbuh kerdil (stunded).

Namun, apakah seluruh balita yang bertubuh pendek langsung dapat dikategorikan sebagai balita stunting?

Kasus balita stunting hanya dapat diketahui ketika seorang balita sudah diukur tinggi badannya kemudian dibandingkan dengan standar baku tinggi badan menurut kelompok usia sang balita dan hasil pengukuran tersebut berada pada kisaran di bawah normal.

Jadi, kondisi balita stunting tidak bisa langsung disimpulkan tanpa ada pengukuran yang jelas.

Pengetahuan masyarakat terkait kasus balita stunting masih sangat rendah. Masyarakat beranggapan bahwa keadaan fisik yang kerdil lebih hanya dikarenakan faktor keturunan atau pun genetika.

Seringkali kondisi tinggi badan balita yang lebih rendah dari standar seusianya dianggap sesuatu yang tidak harus dikhawatirkan.

Padahal, bisa saja sang balita mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang lama sehingga termasuk balita stunting.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi balita stunting nasional adalah sebesar 30,8 persen pada tahun 2018.

Artinya hampir sepertiga dari jumlah balita Indonesia mengalami masalah gizi yang mengakibatkan tinggi badan balita yang lebih rendah dari kelompok seusianya.

Angka tersebut masih jauh di atas batas yang ditetapkan oleh WHO yakni sebesar 20 persen.

Bahkan, rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia selama 2005-2017 adalah 36,4 persen dimana termasuk sebagai negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional South-East Asia di bawah Timor Leste dan India.

Selain perkembangan fisik yang terhambat, stunting juga dapat mengakibatkan balita mengalami perkembangan otak (kognitif) yang tidak maksimal sehingga kondisi mental dan kemampuan berpikir anak menjadi lemah.

Alhasil, kualitas sumber daya penerus bangsa menjadi sangat rendah dan beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Secara makro ekonomi, kasus stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperparah kemisikinan, dan memperbesar ketimpangan pendapatan di masa yang akan datang.

Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyampaikan bahwa dalam jangka panjang stunting menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun.

Hal tersebut dikarenakan balita yang mengalami kondisi stunting berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan balita yang tidak mengalami stunting ketika dewasa nanti.

Jika menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia tahun 2018 sebesar Rp.14.837 triliun makadiperkirakan potensi kerugian akibat stunting sekitar Rp. 297-445 triliun per tahun.

Balita Stunting di Nusa Tenggara Timur

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi puncak yakni sebesar 42,6 persen atau tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.

Jika estimasi jumlah balita NTT sebanyak 633 ribu jiwa (BPS) maka terdapat 270 ribu jiwa anak-anak di Bumi Flobamora mengalami masalah gizi dimana tinggi badannya tidak sesuai dengan umur mereka.

Tingginya prevalensi balita stunting didukung oleh proporsibalita dengan gizi buruk yang cukup besar yakni 29,5 persen. Artinya bahwa tiga dari sepuluh balita di NTT mengalami gizi buruk.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan proporsi balita gizi buruk di tingkat nasional yaitu sebesar 17,7 persen. Selain itu, persentase penduduk miskin NTT pada September 2018 sebesar 21,03 persen.

Angka tersebut memang lebih rendah dibanding empat tahun terakhir yakni sebesar 22,58 persen pada September 2015. Namun, proporsi penduduk miskin NTT tergolong cukup tinggi dan berada pada posisi ketiga di bawah Papua dan Papua Barat.

Kondisi kemiskinan sejalan dengan rendahnya daya beli masyarakat sehingga kesulitan dalam akses terhadap bahan makanan yang bergizi.

Upaya pencegahan terhadap stunting bertujuan agar generasi penerus bangsa dapat berkembang secara optimal dengan pertumbuhan fisik yang baik disertai perkembangan mental, emosional dan kemampuan berpikir.

Pemenuhan kebutuhan gizi dan peningkatan layanan kesehatan serta pola asuh yang tepat merupakan dua hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan stunting.

Pemenuhan Gizi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Pencegahan terhadap stunting perlu dilakukan sedini mungkin, yakni sejak ibu sedang mengandung. Harus dipastikan bahwa asupan gizi bagi ibu hamil terpenuhi.

Maka dari itu, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi makanan bergizi selama masa kehamilan. Ibu hamil dapat mengonsumsi suplemen zat besi sesuai anjuran dokter jika dibutuhkan.

Selain itu, ibu hamil harus memastikan kondisi kehamilan dengan cara melakukan cek kesehatan secara rutin ke bidan atau dokter atau sering disebut dengan pelayanan antenatal.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemeskes) tahun 2017, persentase rata-rata cakupan pelayanan antenatal K1 di NTT adalah sebesar 78,2 persen.

Artinya bahwa dari 100 orang ibu hamil sebanyak 78 orang yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilan.

Sementara itu, persentase rata-rata cakupan pelayanan antenatal K4 yakni sebesar 56,6 persen.

Hal ini menandakan bahwa dari 100 orang ibu hamil hanya 56 orang yang mendapatkan pelayanan sesuai standar yakni paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trisemester pertama, sekali pada trisemester kedua dan dua kali pada trisemester ketiga.

Padahal, Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi NTT untuk cakupan pelayanan K4 sebesar 95 persen.

Jika melihat konsumsi masyarakat NTT, rata-rata konsumsi kalori perkapita sehari adalah sebesar 2.031,60 kkal dimana sumber kalori terbesar berasal dari padi-padian (1.217,45 kkal) dan umbi-umbian (60,24 kkal.

Angka ini menunjukkan konsumsi beras sehari-hari cukup tinggi atau dengan kata lain porsi olahan beras banyak tersaji dalam piring makanan masyarakat NTT.

Fakta yang menarik lainnya, rata-rata konsumsi protein perkapita perhari sebesar 55,92 gram yang justru sumber terbanyak dari padi-padian (28,90 gram).

Sebagai provinsi kepulauan, rata-rata konsumsi protein perkapita dari kelompok ikan hanya sebesar 6,72 gram perhari sedangkan untuk konsumsi makanan sumber protein lainnya seperti daging, telur, dan susu masih rendah.

Bahkan, proporsi bayi berusia di bawah dua tahun (baduta) yang mendapatkan makanan beragam sekitar 23 persen.

Perlu adanya sosialisasi akan pentingnya gizi seimbang dalam porsi piring makanan perhari karena tujuan mengonsumsi makanan tidak hanya sekadar untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh.

Pola Asuh yang Tepat

Berdasarkan data Kemenkes, proporsi inisiasi menyusui dini (IMD) untuk bayi baru lahir yaitu 75,26 persen. Artinya delapan dari sepuluh bayi baru lahir sudah mendapat inisiasi menyusui dini.

Selanjutnya, proporsi bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) ekslusif sebesar 79,45 persen. ASI ekslusif merupakan sumber nutrisi bagi sejak bayi lahir yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya terutama risiko terjadinya stunting.

Riskesdas menunjukkan baduta yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap sekitar 53 persen yang artinya baru setengah baduta yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Begitu juga dengan kecukupan vitamin, hanya setengah dari balita (50 persen) yang mendapatkan capsul vitamin A dalam 12 bulan terakhir.

Pemantauan pertumbuhan balita juga masih rendah. Hanya sekitar 64 persen balita yang pertumbuhan tubuhnya diukur lebih dari delapan kali selama 12 bulan terakhir sedangkan balita yang ditimbang kurang dari delapan kali sekitar 33 persen dan sisanya tidak pernah diukur pertumbuhannya.

Perlu adanya penyebaran informasi yang masif dan tepat sasaran terkait pencegahan stunting. Ibu dan calon ibu harus memenuhi kebutuhan gizi sebelum maupun saat proses kehamilan.

Selain itu, wajib mengetahui pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi dengan memberikan hanya ASI ekslusif untuk bayi hingga berusia enam bulan kemudian memberikan makanan pendamping ASI sampai dengan usia dua tahun.

Jangan lupa juga untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita dengan menimbang di posyandu, puskesmas, atau fasilitas kesehatan lainnya.

Selain itu, berikan kekebalan tubuh pada balita melalui imunisasi yang lengkap agar tahan dari berbagai penyakit.

Pencegahan stunting berawal dari masing-masing keluarga. Tiap keluarga harus memastikan anak-anaknya tidak hanya kenyang namun juga berkecukupan gizi.

Selain itu, memantau pertumbuhan balita menjadi sebuah keharusan untuk memastikan bahwa tidak terdapat masalah pada perkembangan sang buah hati. Dibutuhkan juga peran pemerintah dalam membentuk regulasi dan program kebijakan yang tepat sasaran.

Jangan sampai generasi masa depan bangsa memiliki fisik dan kemampuan berpikir yang lemah ! Maka dari itu, melawan stunting itu penting. (*)

Sumber: http://kupang.tribunnews.com/2019/02/13/melawan-stunting-itu-penting

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (Statistics of Nusa Tenggara Timur Province)Jl. R. Suprapto No. 5 Kupang - 85111

Telp (0380) 826289; 821755; Faks (0380) 833124

Mailbox : pst5300@bps[dot]go[dot]id

bps5300@bps[dot]go[dot]id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik