22 Februari 2018 | Kegiatan Statistik Lainnya
POS KUPANG.COM -- Awal
tahun 2018 hingga minggu ketiga di bulan Februari, publik dikejutkan berita
penangkapan dan penahanan sosok-sosok penting di berbagai daerah oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka yang tertangkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK mulai dari pengusaha, anggota dewan yang terhormat, hingga kepala dinas/pejabat pemerintah daerah setempat.
Bahkan kepala daerah, bupati dan gubernur, yang harusnya punya integritas dan menjadi teladan dalam pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) justru malah terjerat kasus korupsi dan ikut tertangkap oleh KPK.
Sungguh kondisi yang ironis ketika uang yang harusnya digunakan
untuk mensejahterakan rakyat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi
dan kroni-kroni dengan jalan korupsi.
Tragisnya yang melakukan perbuatan tersebut adalah mereka yang
menyebut dirinya sebagai para pemimpin dan pelayan rakyat.
Kepala daerah yang terjaring OTT KPK di tahun 2018 ini dimulai
dari Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Abdul Latif.
Bupati Abdul Latif ditangkap KPK pada tanggal 4 Januari 2018
terkait dugaan suap pembangunan rumah sakit daerah. Selanjutnya KPK menangkap
Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko, pada tanggal 3 Februari
2018.
Bupati Nyono ditangkap atas dugaan suap terkait penempatan jabatan
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang. Kemudian pada tanggal 11 Februari
2018 KPK menangkap dan menetapkan Bupati Ngada, Marianus Sae,
yang juga calon Gubernur NTT pada Pilkada serentak tahun 2018 sebagai tersangka
dalam dugaan kasus suap proyek-proyek infrastruktur.
Tanggal 13 Februari 2018, KPK menangkap Bupati Subang, Jawa Barat, Imas
Aryumningsih. Bupati Imas ditangkap karena terkait dengan dugaan suap dalam
pemberian izin pembangunan pabrik.
Selanjutnya ada Bupati Lampung Tengah, Mustafa, tertangkap KPK
pada tanggal 15 Februari 2018 dengan dugaan suap pinjaman APBD.
Sudah selayaknya, rakyat memberikan apresiasi kepada KPK yang
telah bekerja keras untuk menjerat para "maling" uang rakyat.
Sepertinya negeri ini masih membutuhkan KPK sebagai panglima di garda terdepan
dalam memberantas berbagai kasus korupsi yang masih marak terjadi di berbagai
wilayah.
Visi KPK, "Bersama Elemen Bangsa Mewujudkan Indonesia Yang Bersih Dari Korupsi", harus terus menerus disuarakan. Selama para koruptur masih berkeliaran bebas merampok uang rakyat maka eksistensi dan kinerja KPK harus terus didukung oleh seluruh pihak.
Koruptor vs KPK
KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sepak terjangnya dalam memberantas
korupsi di negeri ini patut di acungi jempol.
Sejak berdiri tahun 2002 hingga sekarang sudah begitu banyak uang
rakyat yang terselamatkan dari ulah para koruptor. Mereka yang tertangkap KPK
pun harus menerima ulah perbuatannya dengan mendekam dibalik jeruji penjara.
KPK diberi amanat oleh Undang-Undang untuk melakukan pemberantasan
korupsi secara profesional, intensif dan berkesinambungan.
Pembentukan KPK bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi
dari lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya. Peran KPK justru sebagai
trigger mechanism yang berarti mendorong atau menstimulus kinerja
lembaga-lembaga yang sudah ada seperti Kejaksaan dan Polri untuk semakin
intens, efektif dan efisien dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.
Salah satu tugas pokok KPK adalah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK).
Selain itu melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK.
Tugas lain yang tak kalah penting adalah melakukan
tindakan-tindakan pencegahan TPK serta melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Kasus yang ditangani oleh KPK adalah termasuk dalam korupsi skala besar (grand corruption). Sedangkan untuk kasus tindakan korupsi skala kecil (petty corruption) maka penanganannya dilakukan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan yang punya struktur hingga ke tingkat bawah (Polsek maupun Kejari).
Untuk mengukur sejauh mana penilaian masyarakat tentang perilaku korupsi yang terjadi maka dilakukan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK).
Penyelenggara survei ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS).
Pengukuran perilaku masyarakat dalam SPAK hanya yang berkaitan dengan tindakan
korupsi skala kecil (petty corruption).
Hasil dari survei ini akan menghasilkan suatu indeks yang disebut
dengan Indeks
Perilaku Anti Korupsi (IPAK).
Nilai IPAK berada pada rentang nilai 0 (nol) sampai dengan 5 (lima).
Nilai indeks semakin mendekati 0 (nol) menunjukkan bahwa perilaku
masyarakat semakin menerima atau dapat dikatakan permisif terhadap
tindakan-tindakan korupsi yang terjadi.
Sedangkan nilai indeks yang mendekati 5 (lima) maka menunjukkan
bahwa perilaku masyarakat semakin anti korupsi. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)
Indonesia tahun 2017 adalah 3,71. Artinya masyarakat Indonesia tergolong dalam
masyarakat yang anti terhadap praktik-praktik korupsi yang terjadi pada
pelayanan publik.
Masyarakat anti korupsi adalah mitra terbaik para aparat penegak
hukum dalam memerangi korupsi yang hingga kini masih terus saja marak terjadi.
Masyarakat harus bersatu padu dengan POLRI, Kejaksaan, bahkan KPK dalam
pemberantasan korupsi di negeri ini. Masyarakat anti korupsi adalah masyarakat
yang turut aktif dalam mengawal pembangunan agar pemerintahan berjalan dengan
kinerja dan juga anggaran yang transparan.
Indonesia tidak kekurangan orang pintar tetapi justru kekurangan
orang-orang berintegritas. Dengan mudahnya para koruptor menjual harga dirinya
hanya untuk memperkaya diri sendiri dengan korupsi melalui berbagai modus operandi.
Banyaknya penyelenggara negara yang tertangkap oleh KPK adalah
sebuah indikasi yang kini menyadarkan banyak pihak. Ternyata godaan memperoleh
kelimpahan materi dengan melakukan korupsi lebih dominan dan kuat untuk
diaplikasikan ketimbang mempertahankan nama baik dan integritas diri.
Rompi Oranye Berikutnya
Potensi terjadinya tindakan korupsi pada tahun ini menjadi lebih besar dari
tahun-tahun sebelumnya karena adanya gelaran Pilkada Serentak tahun 2018 di 171
daerah. Anggaran pemerintah daerah rawan untuk disalahgunakan apalagi oleh para
kepala daerah yang maju kembali pada Pilkada 2018.
Beberapa petahana yang sudah ditetapkan lolos sebagai peserta
Pilkada 2018 oleh KPUD setempat, nyatanya harus mengenakan rompi oranye sebagai
tahanan KPK akibat terlibat kasus korupsi.
Untuk sementara mereka harus menepi dari hiruk pikuk agenda
Pilkada. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang mencederai
kepercayaan dan amanah rakyat untuk kemudian diproses secara hukum. Mungkinkah
masih ada koruptur-koruptor lain yang masih bebas berkeliaran merampok uang
rakyat jelang Pilkada 2018?
Bagaimanapun juga, cepat atau lambat bau busuk aroma korupsi akan terendus oleh aparat penegak hukum dan KPK. Ketika bukti-bukti sudah dikumpulkan dan OTT kemudian dilaksanakan maka dipastikan akan ada lagi yang menggunakan rompi oranye sebagai tahanan KPK. Siapa berikutnya?
Sumber: http://kupang.tribunnews.com/2018/02/22/rompi-oranye-koruptor-siapa-berikutnya
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (Statistics of Nusa Tenggara Timur Province)Jl. R. Suprapto No. 5 Kupang - 85111
Telp (0380) 826289; 821755; Faks (0380) 833124
Mailbox : pst5300@bps[dot]go[dot]id
bps5300@bps[dot]go[dot]id
Tentang Kami