[OPINI] Pilgub NTT Kampanye Tanpa Data: Omong Deng? - Berita - Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur

Untuk layanan konsultasi data silahkan hubungi kami melalui 082247291975 (whatsapp only) atau melalui email pst5300@bps.go.id

Anda merasa pelayanan kami kurang optimal? Laporkan pengaduan anda disini 

| Anda hobi menulis? Submit Karya Ilmiahmu di Jurnal Statistika Terapan (JSTAR) BPS Provinsi NTT melalui tautan jstar.id

[OPINI] Pilgub NTT Kampanye Tanpa Data: Omong Deng?

[OPINI] Pilgub NTT Kampanye Tanpa Data: Omong Deng?

12 Maret 2018 | Kegiatan Statistik Lainnya


Oleh: Andrew Donda Munthe
ASN pada BPS Kota Kupang, Mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor

 

POS KUPANG.COM -- Fenomena yang sedang ramai di kalangan masyarakat NTT akhir-akhir ini adalah penggunaan istilah "omong deng".

Sebuah ungkapan tentang ketidakpedulian. Bahkan di tangan anak-anak muda kreatif yaitu Nanny Alexander dan Nero Scorpion, fenomena "omong deng" ini digubah menjadi sebuah lagu.

Video klip lagu tersebut kemudian diunggah di situs web berbagi video YouTube. Lalu apa hubungan antara kampanye pemilu kepala daerah dengan fenomena "omong deng"?

Tahun 2018 ini, masyarakat di seluruh Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi dengan digelarnya pemilihan kepada daerah secara serentak di 171 daerah. Rinciannya adalah 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.

Provinsi Nusa Tenggara Timur juga tidak luput dari gelaran pesta demokrasi ini. Terdapat 10 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada serentak sekaligus juga melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT untuk periode 2018-2023.

Tahapan pilkada pada bulan Maret ini sudah memasuki masa kampanye. Tahapan pelaksanaan kampanye dan debat publik bahkan sudah dimulai dari bulan Februari 2018 dan akan berakhir bulan Juni 2018.

Masa-masa kampanye pun dimanfaatkan pasangan calon kepala daerah dan tim sukses serta relawan untuk mensosialisasikan diri di tengah-tengah masyarakat. Mencoba meraih simpati dan dukungan luas masyarakat dengan tujuan meningkatkan elektabititas keterpilihan di seluruh kalangan.

Dengan memaksimalkan masa kampanye melalui berbagai kegiatan maka peluang untuk dipilih masyarakat akan semakin besar. Dengan demikian, menduduki kursi sebagai pemimpin daerah sekaligus "pelayan" masyarakat dapat menjadi kenyataan.

Banyak cara dan metode yang dilakukan selama masa kampanye untuk meraih dukungan massa. Cara tradisional seperti mengunjungi tempat-tempat keramaian atau "blusukan" masih jadi salah satu cara ampuh meraih simpati masyarakat.

Cara kekinian dengan penggunaan media sosial juga tidak ketinggalan untuk gencar dilakukan oleh para pasangan calon kepala daerah dalam mendulang suara.

Hanya saja, seringkali dijumpai pasangan calon kepala daerah maupun tim sukses dan relawannya tidak beradu visi, misi dan gagasan dalam memberikan solusi untuk kemajuan daerah.

Justru yang terjadi adalah serangan-serangan verbal terhadap berbagai kelemahan rekam jejak dan kehidupan pribadi pasangan calon kepala daerah yang lain. Perilaku seperti ini sudah seharusnya dihindari karena hanya akan menimbulkan kegaduhan dan perpecahan sesama anak bangsa.

Idealnya setiap pasangan calon kepala daerah memiliki wawasan yang komprehensif terhadap berbagai persoalan yang dihadapi di daerahnya.

Dengan demikian setiap calon pasangan kepala daerah ini memiliki solusi atas segala persoalan tersebut yang dituangkan ke dalam visi misi dan program kebijakannya apabila kelak terpilih.

Momen kampanye adalah waktu yang tepat untuk menawarkan solusi tersebut ke masyarakat. Pada akhirnya masyarakat akan dapat memilah pasangan calon kepala daerah menjadi dua bagian.

Pertama, pasangan calon yang memiliki visi dan misi yang jelas serta realistis berdasarkan data. Sedangkan bagian kedua, pasangan calon yang hanya tebar pesona dengan mengumbar mimpi dan janji-janji manis.

 

Mengurai Masalah NTT

Seorang filsuf kelahiran Austria, Karl Popper (1902-1994), pernah mengatakan: "Kepemimpinan berarti memecahkan masalah". Berani menjadi pemimpin berarti harus mampu memberikan solusi atas beragam persoalan yang dihadapi masyarakatnya. Dalam konteks NTT, masalah apa saja yang masih membelenggu masyarakat hingga kini?

Salah satu persoalan utama di NTT yang dihadapi oleh masyarakatnya adalah kemiskinan. Miskin berarti ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar yang terdiri atas kebutuhan dasar makanan dan juga non-makanan.

Penyebab kemiskinan di daerah NTT begitu kompleks. Mulai dari topografi wilayah, tingkat pendidikan yang rendah, sarana prasarana yang tidak memadai, akses dan tenaga kesehatan yang tidak merata di semua wilayah, lapangan kerja yang terbatas, hingga masalah keamanan dan kriminalitas.

Tingkat kemiskinan di daerah ini merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Kondisi pada bulan September 2017, persentase penduduk miskin NTT mencapai 21,38 persen dari total penduduk.

Dengan kondisi tersebut, NTT merupakan provinsi termiskin ketiga di Indonesia setelah Provinsi Papua (27,76 persen) dan Provinsi Papua Barat (23,12 persen).

Bicara masalah kemiskinan maka terkait pula dengan pengangguran. Semakin banyak pengangguran di suatu daerah maka akan berbanding lurus dengan tingginya angka kemiskinan di daerah tersebut.

Bagaimana dengan NTT? Penduduk NTT berusia 15 tahun ke atas yang menganggur pada periode Agustus 2017 hanya sebesar 3,27 persen dari total jumlah angkatan kerja.

Meskipun penganggur di NTT relatif kecil namun yang perlu digaris bawahi adalah lapangan usaha dari penduduk yang bekerja sebagian besarnya berada di sektor pertanian (54,81 persen) dengan jam kerja produktif yang rendah.

Status bekerja di sektor pertanian pun banyak yang sebagai pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar. Sehingga meskipun pengangguran sedikit namun tingkat kemiskinan penduduk di NTT sangat erat hubungannya dengan para pekerja di sektor pertanian dengan penghasilan yang tidak memadai.

Daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi tentunya juga mengalami masalah gangguan keamanan dan kriminalitas. Mereka yang tidak memiliki penghasilan dan terjerat belenggu kemiskinan akan melakukan tindakan melanggar hukum untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal ini juga terjadi di NTT.

Tingkat krimininalitas tinggi terjadi di daerah-daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi pula.

Contohnya saja Kabupaten Belu dan Kabupaten Sumba Barat yang relatif tinggi penduduk miskinnya. Ternyata kedua daerah ini juga memiliki jumlah kasus tindak pidana tertinggi di NTT setelah Kota Kupang.

Sepanjang tahun 2016, terdapat 941 kasus pidana di Kabupaten Belu sedangkan di Kabupaten Sumba Barat terjadi 799 kasus (BPS, Publikasi NTT Dalam Angka 2017).

Berbagai persoalan di NTT memberi dampak negatif terhadap laju pembangunan di daerah ini. Pembangunan manusia di NTT tak mampu berkembang sepesat daerah lain di Indonesia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang hanya sebesar 63,13 pada tahun 2016 merupakan IPM terendah ketiga dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Lagi-lagi NTT hanya lebih baik dari Papua dengan IPM sebesar 58,05 dan Papua Barat dengan IPM sebesar 62,21.

Dengan berbagai persoalan pelik yang terjadi di NTT maka tidaklah mengherankan jika masih banyak daerah di NTT yang terkategori daerah tertinggal.

Berdasarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 -2019 maka di NTT masih ada 18 daerah yang terkategori daerah tertinggal. Ini berarti hampir seluruh daerah di NTT (81,81 persen) adalah daerah tertinggal.

Hanya 4 daerah di NTT yang mampu sejajar dengan daerah-daerah lain di Indonesia dan keluar dari stigma negatif daerah tertinggal yaitu Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Ngada.

Dari semua uraian di atas maka setiap calon pasangan pemimpin di NTT hendaknya melek data dan statistik. Dengan demikian maka persoalan yang terjadi di daerah ini dapat tergambarkan dengan jelas sehingga mampu menawarkan solusi terbaik bagi masyarakat.

Momentum kampanye merupakan waktu yang tepat agar semua masyarakat di NTT dapat mengenal lebih dalam semua gagasan dan pemikiran dari setiap pasangan calon yang hendak memimpin daerah ini.

Tentu harapan masyarakat bahwa semua calon pemimpin melakukan kampanyenya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebinekaan. Berkampanye dengan cerdas berdasar data dan fakta realitas bukan sekadar tebar pesona dan umbar janji.

Selamat menikmati masa kampanye para pasangan calon pemimpin di NTT. Kampanye tanpa berdasarkan data bukankah sama saja dengan "omong deng"?

Sumber: http://kupang.tribunnews.com/2018/03/12/kampanye-tanpa-data-omong-deng

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (Statistics of Nusa Tenggara Timur Province)Jl. R. Suprapto No. 5 Kupang - 85111

Telp (0380) 826289; 821755; Faks (0380) 833124

Mailbox : pst5300@bps[dot]go[dot]id

bps5300@bps[dot]go[dot]id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik